16 Desember, 2018

[Rakyat] Jangan berharap Kepada Politisi Busuk



Politik [Indonesia], politic, [Inggris] adalah padanan politeia atau warga kota [Yunani, polis atau kota, negara, negara kota]; dan civitas [Latin] artinya kota atau negara; siyasah [Arab] artinya seni atau ilmu mengendalikan manusia, perorangan dan kelompok.  

Secara sederhana, politik berarti seni pemerintah memerintah; ilmu memerintah; cara pengusaha menguasai. Makna politiknya semakin dikembangkan sesuai perkembangan peradaban dan meluasnya wawasan berpikir. Politik tidak lagi terbatas pada seni memerintah agar terciptanya keteraturan dan ketertiban dalam masyarakat polis; melainkan lebih dari itu.


Dengan demikian, politik adalah kegiatan [rencana, tindakan, kata-kata, perilaku, strategi] yang dilakukan oleh politisi untuk mempengaruhi, memerintah, dan menguasai orang lain ataupun kelompok, sehingga pada diri mereka [yang dikuasai] muncul atau terjadi ikatan, ketaatan dan loyalitas [walaupun, yang sering terjadi adalah ikatan semu; ketaatan semu; dan loyalitas semu].Dengan itu, dalam politik ada hubungan antar manusia yang memunculkan menguasai dan dikuasai; mempengaruhi dan dipengaruhi karena kesamaan kepentingan dan tujuan yang akan dicapai. Ada berbagai tujuan dan kepentingan pada dunia politik, dan sekaligus mempengaruhi perilaku politikus.

Setiap warga negara [di negara mana pun] mempunyai hak dan kewajiban untuk turut menentukan keadaan dan kehidupan sosial dan politik. Warga negara adalah bagian penting sehingga terbentuknya negara; tanpa rakyat, maka tak ada negara dan pemerintah ataupun kekuasaan politik. Hidup dan kehidupan mereka secara langsung maupun tidak, mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh tatanan dan struktur sosial-politik dan kekuasaan negara.
Karena keadaan saling mempengaruhi itu, maka warga negara mempunyai tanggungjawab bersama agar adanya stabilitas politik [struktur dan tatanannya] yang mengakomodir kepentingan mereka. Tanggungjawab itu hanya bisa dilakukan, jika ia berperan dalam bidang politik, atau bahkan menjadi anggota [kader] partai politik.
Semua lapisan masyarakat di Indonesia mengemban tanggungjawab serta hak yang sama pada bidang politik, walau peran mereka telah diambil alih oleh parpol. Seseorang tidak bisa berpolitik [menjadi kader partai politik] secara total, sehingga melupakan agama. Namun, ia tidak boleh dengan seenaknya memasukkan agama ke dalam politik. Demikian juga, tidak boleh terjadi karena terlalu asyik berpolitik maka seseorang melupakan agama.
Politik tidak boleh membawa seseorang melupakan agama; sebaliknya agama tidak boleh menjadikan umatnya melarikan diri dan menghindar dari tanggungjawab perbaikan masyarakat melalui bidang politik. TUHAN Allah memberi kepada semua manusia di semua tempat, dan segala bangsa [termasuk umat beragama] tanggungjawab politik dan mendapat kesempatan yang sama dalam berpolitik.
Pemberian itu telah ada sejak manusia diciptakan, bukan karena diberikan oleh negara atau golongan tertentu. Karena merupakan pemberian TUHAN Allah, maka semua umat beragama mempunyai visi yang [hampir] sama pada bidang [tentang] politik. Visi tersebut adalah manusia tercipta dengan hak-hak dan martabat yang sama; pada diri manusia melekat HAM yang tidak boleh dirampas oleh siapapun dengan alasan apapun. Manusia diberi mandat untuk menciptakan keteraturan ciptaan yang memuliakan TUHAN Allah. Sehingga, dengan harapan, dalam politik terjadi
adanya kebijakan dan keputusan politik yang memberi kesempatan pada kebebasan berbicara, berkumpul, beragama dan menjalankan ajaran dan keyakinan agama; kebebasan untuk memilih pekerjaan, tempat tinggal dan kewarganegaraan
memunculkan kemerdekaan dari ketakutan, penindasan, dan kekerasan akibat perbedaan pandangan; kemerdekaan mengungkapkan pendapat dengan rendah hati, tidak menyombongkan diri dan merendahkan orang lain
memberi atau harus terjadi peluang agar seseorang berani menerima kenyataan menang dan kalah secara politis; termasuk kekalahan ketika terjadi dalam pengambilan keputusan; berani mengakui kesalahan dan menghargai pendapat, idea, dan kemenangan lawan politik
ada orang-orang yang perkataan sesuai dengan perbuatan, dan tidak menyembunyikan niat buruk di balik perhatian dan pertolongan yang diberikan; menyatakan kebenaran untuk hal yang benar dan kesalahan untuk hal yang salah; adanya kebenaran dan kejujuran bertindak dan berpendapat
para politisi harus loyal dan setia pada keputusan politik [partai maupun parlemen] yang diambil; bukan karena kepentingan sesaat, namun karena demi memperjuangkan keadilan dan demokrasi; keputusan politik harus berdampak pada kesejahteraan semua bangsa dan rakyat
Walaupun dalam politik tidak ada sahabat dan musuh abadi; artinya, sangat cepat terjadi perubahan sebagai musuh maupun sahabat politik [dalam berpolitik]; akan tetapi ada kepentingan bersama demi tujuan yang hendak dicapai. Kepentingan bersama tersebut, dapat berupa koalisi tetap maupun sementara, berdasarkan ideologi, pandangan, dan juga kesamaan agama. Membangun koalisi berdasarkan agama untuk mencapai tujuan politik inilah yang perlu diwaspadai. Karena bisa saja terjerumus ke dalam perbedaan politik yang benuansa SARA.
Karena harapan tersebut, maka tokoh-tokoh agama, mempersiapkan umatnya yang terjun ke dunia politik; sehingga ia dapat diandalkan dan menjadi teladan. Akan tetapi, dalam kenyataannya, tetap tidak pernah tercapai ataupun terpenuhi dengan utuh. Oleh sebab itu, banyak sekali tokoh [pemimpin umat beragama] yang langsung terjun ke dunia politik, misalnya membentuk partai politik dan menjadi anggota parlemen. Ada beberapa catatan jika pemimpin agama menjadi anggota parlemen atau politisi, antara lain 
  1. mereka dapat membela dan memperjuangkan kepentingan umat atau agamanya, yang tadinya tidak pernah diperhatikan; akan tetapi, apabila ada pengambilan keputusan politik bukan berdasarkan mufakat dan kesepakatan bersama, melainkan voting, maka akan terjadi sebaliknya; artinya, bisa terjadi bahwa suara umat beragama mayoritas akan terdahulukan daripada kepentingan mereka yang minoritas
  2. mereka terjerumus dalam ikatan, ketaatan, dan loyalitas semu yang ada pada dunia politik; bahkan terjerumus dalam pelbagai perpecahan akibat perbedaan pandangan politik yang berujung pada tindak kekerasan; dengan keadaan seperti itu, tokoh-tokoh agama, karena perbedaan politik, semakin memperlihatkan perbedaan pada masyarakat berdasarkan paduan perbedaan ideologi, kekuatan politik, dan agama
  3. dengan alasan kesamaan agama, mereka mampu mempengaruhi parlemen sehingga membuat keputusan yang mementingkan umat atau agamanya; dan lain sebagainya
  4. terjerumus ke dalam pola pikir skismatis yang berdasarkan ikatan primordial dan perbedaan SARA; sikon ini yang paling mudah atau sering terjadi jika tokoh-tokoh agama terjun langsung ke arena politik praktis, termasuk menjadi anggota parlemen; pola pikir skismatis dan SARA, yang diteruskan dengan tindakan-tindakan praktis, biasanya berdampak pada hampir semua bidang hidup dan kehidupan; sehingga jika terjadi, maka akan merupakan awalnya kehancuran bangsa, negara, masyarakat

Jappy Pellokila

Tidak ada komentar:

Posting Komentar