Catatan I. Liberal, arti awalnya adalah
terbuka - bebas sehingga bisa menerima banyak hal; juga bisa
bermakna kebebasan dan pembebasan. Liberal (dan juga moderat) lahir
dari perkembangan (kebudayaan - budaya - unsur-unsur budaya) manusia atau
pun komunitas masyarakat. Jika memahami bahwa pendidikan merupakan salah satu
unsur budaya - kebudayaan, maka Liberal (dan moderat) juga lahir dari atau
karena (hasil) pendidikan yang baik dan benar serta holistik (menyeluruh).
Catatan II. Banyak orang mempunyai konsep bahwa
beriman sama dan sebangun dengan agama; jadi, orang beriman adalah mereka yang
juga beragama, …. monggolah, jika itu alur pikirnya.
Padahal “Iman adalah dasar dari segala sesuatu
yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat; tanpa
iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling
kepada Allah,ia harus percaya bahwa Allah ada.”
##
Sedangkan, secara sederhana, agama hanyalah
jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan; jalan yang dibangun oleh
manusia; jalan yang rapi, teratur, tertata, dan penuh rambu-rambu, sehingga
siapa pun yang melewati-melaluinya, tak khan menyimpang dan kehilangan arah.
Karena merupakan … jalan untuk
mencapai tujuan … itulah maka seringkali manusia gunakan agama sebagai
alat untuk mengapai kuasa dan kekuasaan, serta hal-hal lain yang berhubungan
dengan itu atau bertalian denganya. Itu berarti, telah terjadi penyimpangan
dari tujuan awal ketika membangun jalan untuk
ditempuh tersebut.
Penyimpangan-penyimpangan yang terus menerus,
akan menghadirkan-menimbulkan berbagai hambatan, konflik, gesekan, bahkan
amarah dan marah-marah. Dan, ketika telah semakin lama ada di dalam
penyimpangan-penyimpangan tersebut, timbul kenyamanan, serta terasa benar, dan
mereka yang di jalan sana - di jalur utama, dianggap sebagai
yang salah dan sesat. Lebih parah lagi, semua yang beda dengan dirinya
merupakan kesalahan, oleh sabab itu, patut dibasmi, dilenyapkan, dan
seterusnua. Jika semakin jauh dari jalan utama, maka akan menjadi tak terbuka
untuk menerima hal-hal baru; tak menerima (dan menolak) perubahan dan
perkembangan, serta terasing dari pergaulan normal antar umat
manusia.
Orang beriman (dengan kesungguhan, setia, taat,
taqwa, dan lain-lain) tak bisa dilepaskan dari terbuka menerima,
melihat, dan ikut berpikir tentang segala hal di sekitarnya.
Bahkan ia (mereka) bisa menerima hal-hal baru dari hasil olah teknologi,
industri, temuan-temuan iptek lainnya. Jika karena alasan agama dan iman, kemudian
menolaknya, maka ia (mereka) dalam rentang waktu yang cepat atau lambat, akan
mengalami alienasi peradaban sosial, plus akan disebut ketinggalan zaman.
So, apa yang dengan dengan liberal, dan
apa yang ditakutkan darinya!?
Sayangnya cara berpikir-bersikap
liberal tersebut telah diracuni sebagai sikon terbuka dan menerima sesuatu
yang bisa merusak iman, agama, akhlak, dan seterusnya; bahkan liberal pun
dituduh sebagai biangkerok rusaknya iman seseorang, oleh sebab
itu umat beragama harus menolak cara berpikir liberal.
Pada atau dalam sikon itu - seperti itu,
maka jangan berharap menemukan mereka yang beragama secara terbuka dan bebas
serta penuh kebebasan berekspresi (liberal), toleran (menerima, menghargai
perbedaan, serta saling menghargai, dan penuh kesetaraan yang bermartabat;
bahkan menemukan garis merah persamaan), dan menjadi agen-pelakon damai -
perdamaian.
Mengapa seperti itu!? karena takut imannya
menjadi rusak karena virus liberal dan toleran.
Nah …
Opa Jappy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar