Secara sederhana, kebudayaan merupakan hasil cipta (serta akal budi) manusia untuk memperbaiki, mempermudah, serta meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya. Atau, kebudayaan adalah keseluruhan kemampuan (pikiran, kata, dan tindakan) manusia yang digunakan untuk memahami serta berinteraksi dengan lingkungan dan sesuai sikonnya. Kebudayaan berkembang sesuai atau karena adanya adaptasi dengan lingkungan hidup dan kehidupan serta sikon manusia berada. Sedangkan, Kognisi juga bisa merupakan keseluruhan kemampuan otak dalam menerima, menyimpan, dan mengingat kembali semua input yang masuk atau dimasukan (secara sengaja dan tak sengaja) ke dalamnya.
Naomi Quinn dan Dorothy Holland menyatakan bahwa ada kaitan antara budaya dan kognisi; ada semacam kongnisi makna yang bersifat budaya; dari situ, muncul dari sudut pandang perspektif antropologi, yang melihat kebudayaan sebagai pengetahuan yang dihayati bersama; dan bukan sekedar adat, artefak, tradisi lisan, melainkan pengetahuan yang harus masyarakat ketahui agar dapat berperilaku seperti perilaku mereka, membuat benda seperti yang mereka buat, dan menafsirkan pengalaman mereka dengan cara yang berbeda-beda sesuai yang mereka alami.
Dalam suatu masyarakat, ada kaitan erat dengan kebiasaan atau perilaku yang lain. Kebudayaan akan memberikan pengaruh kepada perilaku masyarakat, dan juga sebaliknya. Dan dalam hubungan timbal-balik seperti itu, semua elemen di/dalam komunitas (yang sama-sama sebagai dan pengguna unsur-unsur dan hasil kebudayan) selalu bertambah kognisinya; dan dengan itu semakin mempekaya atau bahkan memiskinkan warisan unsur-unsur budaya yang ada padanya. Ini terutama pada mereka yang telah mengalami sentuhan dengan apa yang disebut Masyarakat Modern yang tidak melupakan unsur budaya tradisionalnya.
Sebaliknya, pada masyarakan tradisional, misalnya masyarakat adat di wilayah kota-kota kecil, pedalaman, setiap kognisi baru, yang sekiranya (yang menurutnya bisa) bertantantangan atau berbeda dengan unsur-unsur dan warisan budaya (yang berlaku dan masih ada) pada komunitasnya, maka akan dipendam; artinya hanya sekedar menjadi kognisi, namun tak digunakan atau aplikasikan. Hal itu terjadi, karena masih ada rasa segan, hormat, dan nilai-nilai budaya serta tuturan orang tua (ingat bahwa warisan budaya berupa jangan ini dan jangan itu, filosofi hidup, biasanya ada karena hasil tuturan); jika melanggar tuturan itu, maka akan disamakan dengan telah melawan dan melanggar adat.
JAPPY
Sedikit Catatan dari Quinn, Naomi dan Holland, Dorothy. 1987. “Culture and Cognition” dalam Cultural Models in Language and Thought. New York: Cambridge University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar