Kali ini, ku bukannya mau ikut arus debat dan debatan, ku cuma mau menelususi bahwa ada atau benar tidaknya ada Fatwa MUI tentang larangan Ucapkan Selamat Natal; apalagi pada 2o Desember yang lalu, MUI menyatakan bahwa, Umat Islam Tidak Usah Ucapkan Selamat Natal,
(Ketua MUI Bidang Fatwa Maruf Amin, menyatakan bahwa " ... umat Islam tidak mengucapkan selamat Natal kepada pemeluk agama Nasrani; itu jadi perdebatan, sebaiknya enggak usah sajalah, .. ").
Siaran Pers MUI tersebut, langsung tersebar dan menyebar bagaikan kapuk dan kapas yang tertiup angin, sehingga tak bisa terkumpul kembali ke dalam wadahnya semula. Di sana - sini, muncul debat dan debatan, ada yang mencaci, ada pula membela, juga saling menyalahkan, bahkan MUI dituduh sebagai biang kerok intoleransi.
Diriku termasuk, orang yang tak percaya ada Fatwa MUI seperti yang diucapkan oleh Ketua MUI Bidang Fatwa Maruf Amin tersebut; karena memang sepanjang studiku, tak pernah menemukan fatwa seperti itu, lalu mengapa dikatakan ada;!? atau memang sudah berubah dan ada fatwa agar umat Islam dilarang mengucapkan selamat Natal.
Nah ... dalam tanya-tanya tersebut, tenyata link yang membuka pintu pencarian pada tulisan Kompasianer Sutumo Paguci; bagaikan mendapat durian runtuh. Butuh waktu untuk telusur semua data yang ada pada link-link tersebut.
Ternyata, news yang lama, sekitar 30 tahun yang lalu, menjadi hangat dalam ingatan; sayangnya, ku sudah tak menemukan catatan kuliah, potong korang, majalah dari masa lalu itu. Akan tetapi, rekaman dengan judul Hukum Ucapan Selamat Natal, sudah cukup menjawab serta mencerahkan.
Arsip lama tersebut, telah menjawab pertanyaanku bahwa memang tak ada fatwa dari MUI tentang larangan ke/pada seorang Muslim mengucapkan Selamat Natal. Ada baiknya, simpulan dan perncerahan itu, ku ringkaskan, itu
"... pembaca yang memprotes di kotak komentar bahwa MUI sebenarnya mengharamkan ucapan selamat Natal sejak era Buya Hamka. Saya (maksudnya penulis pada link tersebta) adalah pembaca setia majalah Panji Masyarakat di mana Buya Hamka adalah pemrednya. ... ingat persis dalam kolom "Dari Hati ke Hati" yang mengatakan bahwa Buya Hamka mengharamkan umat Islam mengikuti upacara sakramen (ritual) Natal; Tapi, kalau sekedar mengucapkan selamat Natal atau mengikuti perayaan non-ritual tidak masalah (tidak haram). Majalah TEMPO 16 Mei 1981, menyatakan, Pada dasarnya menghadiri perayaan antaragama adalah wajar, terkecuali yang bersifat peribadatan . . . ; Majalah Tempo 30 Mei, 1981, melaporkan tetang Buya Hamka (yang juga kukagumi) mengundurkan diri sebagai Ketua MUI akibat Fatwa MUI 7 Maret 1981, yang mengharamkan umat Islam mengikuti upacara Natal, meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa; (perhatikan bukan Fatwa melarang ucapkan Selamat Natal).
Ada catatan kecil: Setelah Fatwa MUI 7 Maret 1981 menyebar dan tersebar ke berbagai media dan daerah; ada Surat keputusan MUI 30 April 1981 (ditandatangani oleh Prof. Dr. Hamka dan H. Burhani Tjokrohandoko) yang menyatakan bahwa, "... pada dasarnya menghadiri perayaan antar agama adalah wajar, terkecuali yang bersifat peribadatan, antara lain Misa, Kebaktian dan sejenisnya. Bagi seorang Islam tidak ada halangan untuk semata-mata hadir dalam rangka menghormati undangan pemeluk agama lain dalam upacara yang bersifat seremonial, bukan ritual.
HAMKA menjelaskan bawa fatwa itu diolah dan ditetapkan oleh Komisi Fatwa MUI bersama ahli-ahli agama dari ormas-ormas Islam dan lembaga-lembaga Islam tingkat nasional -- termasuk Muhammadiyah, NU, SI, Majelis Dakwah Islam Golkar.
Inti dari fatwa MUI era Hamka tahun 1981 adalah (a) haram mengikuti ritual Natal; (b) tidak haram menghadiri perayaan Natal, bukan ritualnya; (c) MUI Jawa Timur (KH. Misbach) mengharamkan menghadiri acara Natal baik sekedar untuk mengikuti perayaannya saja atau apalagi sampai mengikuti ritualnya.
Fatwa tersebut tidak membahas soal mengucapkan ucapan Selamat Natal; demikian juga pada 2011 yang lalu Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dr. Din Syamsuddin mengatakan, MUI tak melarang umat Islam memberikan ucapan “Selamat Natal”.
Nah ... itulah yang ku dapat dari arsip lama yang mencerahkan; dan bagiku sangat-sangat bermanfaat untuk banyak orang, termasuk Ketua MUI Bidang Fatwa Maruf Amin, yang menyatakan bahwa " ...umat Islam tidak mengucapkan selamat Natal kepada pemeluk agama Nasrani; itu jadi perdebatan, sebaiknya enggak usah sajalah, .. ".
Walaupun dalam pandangku bahwa Umat Kristiani Tak Berharap, Meminta, Menuntut Ucapan Selamat Natal Dari Siapapun; tetapi tidak perlu melarang orang lain mengucapkan selamat Natal ke/pada sanak, kerabat, atau bahkan suami-isteri-anak yang beda agama (suam-isteri yang Kristen dan Islam).
Memberi - mengucapkan Selamat Natal tersebut, merupakan panggilan nurani dan suara hati. Boleh dan tidak bolehnya - ya ataupun tidaknya, tergantung input yang masuk ke/dalam nurani masing-masing orang.
Bagi umat Kristen, pada umumnya, mereka tidak pernah mempermasalahkan dirimu - diriku memberi-mengucapkan Selamat Natal ke/pada dirinya(mereka). Karena memang, bagi seorang Kristiani ia tak boleh meminta atau menuntut ucap dan ucapan selamat, shalom, tabe,’ eirene, dan kata-kata sejenisnya dari siapa pun juga; namun ia wajib memberi ucapan selamat semua orang.
Saran dan Fatwa MUI tersebut, telah dilanggar oleh Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di Kupang - NTT,
JK, berucap, "Saya ucapkan selamat Natal bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur. Jika JK dengan keberanian melanggar saran MUI tersebut, tentu ia mempunyai alasan untuk itu. Mudah-mudahn safari JK ke NTT dan pengucapan selamat Natal tersebut bukan sebagai upaya tebar nama dan pesona dalam rangka 2014
Opa JappyKemarin dan hari ini, tidak sedikit media cetak dan online (kemudian di share ke jejaring sosial), cukup ramai dengan pro - kontra boleh tidaknya memberikan Ucapan Natal ke/pada umat Kristen - Katolik. Agaknya, tak semua orang ikuti maunya MUI, termasuk mantan Wapres RI, Jusuf Kalla. JK malah mengucapkan Selamat Natal ke/pada warga NTT.Ku tak mau berdebat tentang boleh atau tidak Ucapkan Selamat Natal tersebut; sekali lagi ku tak mau berdebat tentang boleh atau tidak Ucapkan Selamat Natal tersebut ... karena hal tersebut merupakan panggilan nurani dan suara hati. Boleh dan tidak bolehnya - ya ataupun tidaknya, tergantung input yang masuk ke/dalam nurani masing-masing orang.Silahkan, anda memberi ataupun tidak ucapkan Selamat Natal .... karena tergantung dari dalam jiwa dan rohanimu; bukan karena orang yang akan diberi ucapan tersebut.Bagi umat Kristen, pada umumnya, mereka tidak pernah mempermasalahkan dirimu - diriku memberi-mengucapkan Selamat Natal ke/pada dirinya(mereka). Karena memang, bagi seorang Kristiani ia tak boleh meminta atau menuntut ucap dan ucapan selamat, shalom, tabe,' eirene, dan kata-kata sejenisnya dari siapa pun juga; namun ia wajib memberi ucapan selamat semua orang.Menurut Ketua MUI Bidang Fatwa Maruf Amin, " ... umat Islam tidak mengucapkan selamat Natal kepada pemeluk agama Nasrani; itu jadi perdebatan, sebaiknya enggak usah sajalah. Islam menjaga kerukunan dan toleransi; ada fatwa MUI yang melarang untuk mengikuti ritual Natal. Mengikuti ritual Natal adalah haram; Karena itu ibadah (umat lain),"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar