16 Desember, 2018

1 Januari [Bukan] Hari Raya Kristen






Melewati (Garis) Batas Waktu
Detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun, hanya sebutan untuk memilah waktu dan masa. Sebutan yang ditandai dengan garis batas waktu. Garis Batas yang yang tak pernah ada.  Garis Waktu tersebut selalu menemani manusia, sepanjang masa - sepanjang  ia ada - dan - selama ada hidup dan kehidupan. Dan manusia, hidup dan kehidupannya, ada di/dalam serta di batasi oleh garis batas waktu.
Sebentar lagi, sesaat yang akan datang, sekali lagi kita [anda dan saya] akan melewati batasan waktu yang bernama tahun lama,  kemudian memasuki gerbang abstrak tahun baru,  yang penuh tanda tanya.
Nama dan era mungkin saja berubah, tapi apakah diri kita juga ikut di/dalam perubahan tersebut!? Banyak yang pesimis dan tak sedikit yang optimis, namun semuanya merasa pasti bisa melewati waktu lama kemudian  memasuki era baru.

Pasti dan Kepastian itulah  yang menjadikan banyak orang berani melupakan pahit dan kepahitan; kemudian memulai sesuatu yang sebaliknya.  Sesuatu yang  bisa menjadi awal yang lebih baik dari yang telah di bawa oleh waktu kemarin.
'[Garis] Batas - batasan waktu,' adakah!? Ada pada abstrak - khayalan, namun tak pernah hadir dalam konkrit. [Hampir] Semua orang, pada semua lapisan serta di segenap bangsa, suku, sub-suku, menyadari benar [dan mengikuti dengan setia], bahwa mereka ada serta terpasung di/dalam batas dan batasan waktu. Semuanya yang di/dalam batas-batasan itu, tak bisa memajukan dan mengundurkan garis khayal tersebut.  Dan irama hidup serta kehidupan pun selalu ada di/dalam pasungan yang sama.
Orang Romawi [dan juga Yunani] kuno, menjumlahkan 'sejumlah waktu' menjadisatu hari yaitudari tengah malamke tengah malam. Bangsa-bangsa di Timur Tengah [dan sekitarnya], memulai hari pada pagi dan mengakhiri di waktu sore  [ketika matahari terbenam]; dan dengan itu mereka hidup selalu berada di/dalam satu hari dan satu malam. Ada juga suku-suku di Asia Tenggara yang menghitung dari subuh ke subuh sebagai satu hari; dan masih ada banyak model menghitung hari yang lain.
Sekali lagi, tidak ada batas yang terlihat untuk/yang memisahkan antara detik ke detik - menit ke menit - jam ke jam - hari ke hari berikutnya; bahkan tak ada juga batas yang memisahkan minggu, bulan, tahun; memang tak ada tetapi semua orang [yang normal] mengikutigaris batas yang ta' terlihat itu. Mereka, dengan setia, mengikuti perjalanan waktu dan secara universal, menaatinya; [dan hingga kini, sikon kita] tak ada orang normal yang mengakui diri bahwa ia berada pada/di [misalnya] tanggal 19, 20, 21, sedangkan di sekitarnya berada di/pada tanggal 22, 23, dstnya;  jika kita menyatakan diri pada pada/di tanggal yang berbeda dengan sekitar, maka pasti di sebut ... [silahkan isi sendiri].
Para genius masa lalu, pada era dan masa mereka, misalnya Bangsa Babel, di sekitar Euphrath dan Tiggris] menciptakan angka-angka waktu - jam menurut Metode Bilangan Sumeria berbasis 60 atau sexagimal. [entah bagaimana perhitungannya] Menghasilkan, 60 detik - 60 Menit - Jam; dan jumlah jam dari tengah malam sampai kembali ke tengah malam adalah 24 Jam dan di sebut satu hari [siang terdiri dari 12 Jam dan Malam terdiri dari 12 Jam].
Tidak ada patokan yang pasti untuk menghitung-menjumlahkan sejumlah hari sehingga menjadi minggu [satu minggu/mingguan]. Minggu [satu minggu-mingguan!?] adalah  rentangan waktu yang terdiri dari atau kumpulan sejumlah hari. Pada masa lalu, bangsa Babel dan Yahudi, menjumlahkan 7 hari sebagai satu minggu; di Afrika Barat, satu minggu terdiri dari 4 hari; di Asia Tengah  dan juga Manusia Jawa, satu minggu terdiri dari 5 hari; orang Mesir kuno, satu minggu terdiri dari 10 hari; dan Romawi kuno, satu minggu terdiri dari 8 hari.
Pada tahun 321 Ms, Kaisar Constantine I mengeluarkan dekrit [yang harus dilaksanakan-berlaku di semua wilayah Pax-romana] bahwa Satu Minggu terdiri dari 7 hari, dan hari Minggu sebagai hari pertama; dan sekaligus sebagai hari libur  dan beribadah.
Para genius masa lalu, juga berhasil menghitung sejumlah hari, yang kemudian disebut Bulan dan Tahun. Bulan [rentang waktu satu bulan] merupakan jumlah waktu selama empat minggu!? Empat Minggu hanya terdiri dari 28 hari, sedangkan edaran bulan selama 29 hari plus beberapa jam dan sekian menit. Jadi, satu bulan bukan karena ada 4 minggu. Sehingga perhitungan satu bulan harus diawali dengan perhitungan [satu] tahun [365/366 hari; karena edaran Matahari akan kembali pada tempat yang sama]. Dan dengan itu, ada Bulan yang mempunyai 28/29 hari; sert ada bulan yang terdiri dari 30/31 hari.
Kaisar Julius, Sang Diktator Romawi, salah genius pada masanya, melakukan pembaruan kalender, pada tahun 46 SM. Ia menetapkan satu tahun persis 365 1/4 hari, artinya masih ada waktu yang tersisia, atau belum genap 366 hari/satu tahun. Oleh sebab itu, setiap 4 tahun harus adapenambahan satu hari.
Kalander Julian lebih lama 11 menit 10 detik, namun hanya dibatasi sampai masa 12 bulan; dan ia menambah waktu satu bulan [yaitu bulan Juli, sesuai namanya] agar melengkapi waktu satu tahun yang relatif sama dengan edaran Matahari.
Paus Gregorius XIII, tepatnya para astronom Katolik pada era Paus Gregorius, menghitung ulang kelebihan waktu pada/sejak Kalender Julian, ternyata ada 10 hari lebih maju dari tanggal yang sebenarnya. Artinya, kalender [almanak]lebih terlambat dari edaran waktu/masa yang sementara berjalan
Oleh sebab itu, tahun 1582, Paus Gregorius menyetujui formula baru perhitungan waktu agar tidak terjadi ketidaktepatan kalender. Formula baru tersebut, bahwa setiap seratus tahun atau tahun ke seratus [1800, 1900, 2000, 2100, dan seterusnya] bukan sebagai tahun kabisat, kecuali tahun keempat ratus, setelah tahun 2000; dan nanti Kalender Greogorian ini bisa direvisi setelah 5000 tahun akan datang. Untuk mengganti keterlambatan Kalender Julian [selama 10 hari], maka, ketika itu hari Jumat, tanggal 5 Oktober 1582, maka besoknya bukan tanggal 6 Oktober 1582. TETAPI melompat atau langsung menjadi Sabtu, 15 Oktober 1582.

1 Januari Bukan Hari Raya Kristen
Aneh dan penuh keanehan atau mungkin saja bodoh serta penuh kebodohan; dan mungkin juga karena tidak tahu dan penuh ketidaktahuan, itu adalah reaksi pertama ku, ketika membaca di beberapa web, mendengar teriakan serta dialog di media elektornik.  Reaksi lucu-lucuan itu muncul karena dengan gampang si pembicara [atau nara sumber - penulis, yang saya sebut bodoh dan dungu],  menyatakan bahwa perayaan tahun baru, 31 Desember - 1 Januari adalah Hari Raya Kristen-Katolik; oleh sebab itu HARAM dan HARAM serta HARAM untuk diikuti.
[Alasannya], pada Hari Raya itu, kaum salibis, kafir, nasrani, selalu mengisinya dengan pesta pora, pesta sex, mabuk-mabukan,  dan berbagai gila-gilaan lainnya. Woooooooouuuuuu LUAR BIASA.
Sungguh prihatin dengan stempel - cap tersebut; dan sangat kasihan terhadap/ke orang yang menyatakan seperti itu, karena dalam ketidaktahuannya ia berani membuat ungkapan fitnah serta kekejian terhadap umat Kristen [Protestan dan Katolik]; dan ini memalukan - memalukan - memalukan.
Secara kebersamaan, Protestan -  Katolik, hanya mengenal Hari Raya [sesuai dengan Kalender Liturgi Gerejawi]; hari-hari tersebut adalah
  1. Natal, merayakan Kelahiran Yesus Kristus
  2. Jumat Agung, merayakan Kematian Yesus Kristus di Salib
  3. Paskah, merayakan Kebangkitan Yesus Kristus
  4. Kenaikan, merayakan Kenaikan Yesus Kristus ke Surga
  5. Pentakosta, memperingati Peristiwa Turunnnya Roh Kudus

Selain itu, masih ada beberapa hari raya khusus,  dan hanya dirayakan oleh Protestan atau pun Katolik; misalnya Hari/Bulan Kitab Suci, Hari/Bulan Pelayanan dan Kesaksian, Hari/Bulan Oikoumenis, Hari Perjamuan Kudus Sedunia, dan lain sebagainya.
Lalu, jika bukan HARI RAYA KRISTEN, mengapa perayaannya didekatkan dengan Natal!? [dan ini juga sebagai dalil banyak orang, bahwa 1 Januari adalah hari raya Kristen, karena perayaannya selalu berlanjut, 25 Desember berlanjut ke 1 Januari].
Pesta Tahun Baru, akhiri tahun sebelumnya dan memasuki tahun yang baru telah dilakukan oleh orang-orang Romawi, Babel, Timur Tengah, Afrika, India, Tiongkok, dan bangsa-2 Eropa kuno, serta suku dan sub-suku di pelbagai penjuru Bumi, jauh sebelum ada Kristen [Katolik].
Mereka merayakan suatu kemenangan-keberhasilan mengikuti [mendampingi dari bumi/tanah] edaran Matahari [dan juga Bulan], dan kini Sang Matahari [Bulan] telah kembali ke tempat semula [ketika mulai berputar]. Manusia, sebagai makhluk bawah/bumi/tanah mengikuti irama edaran Matahari dan penguasa di balik Sang Matahari itu.
Dan sebagai tanda kemenangan-keberhasilan, pada masa lalu, orang-orang di era itu, melakukan berbagai ritual, tarian, persembahan, sesembahan [biasanya berupa buah-buahan - rumput-rumputan - sayur mayur, sebagai lambang tanah yang masih subur dan menghasilkan makanan] kepada Sang Penguasa Matahari, karena masih membiarkan matahari ada untuk menerangi serta mempengaruhi alur  hidup dan kehidupan.
Pada sikon kekinian, di sini dan pada banyak tempat di Bumi, model perayaan Tahun Baru seperti pada masa lalu tersebut, tentu telah beralih - mengalami pengalihan bentuk dan isi.  Tetapi, merayakan Tahun Baru sebagai sesuatu yang penuh sukacita, masih tetap sama. Ada kegembiraan karena [dengan segala kelebihan - kekurangan serta aneka warna hidup dan kehidupan] masih ada kesempatan untuk melewati dan memasuki [tahun yang lama serta tahun yang baru]
Dan semuanya itu, bukan saja milik si kristen, si protestan, si katolik, si budha, si hindu, dan si serta si yang lain tetapi milik semua umat manusia.
Mengapa dituduh sebagai hari raya Kristen!? Ini tuduhan asal bunyi - asal omong - asal bicara sekaligus ngawur dan sembarangan.
LIHAT, apa yang dilakukan mayoritas Protestan dan Katolik di planet ini. 31 Desember, ada ibadah Tutup/Akhir Tahun di Gereja, biasanya harus selesai sebelum jam  00.00. Dan jelang  jam 00.00, pada tiap keluarga Protestan-katolik selalu berkumpul di rumah, untuk menaikkan doa bersama. Besoknya, 1 Januari, tak sedikit yang hadir di Gereja.
Mungkin karena jarak antara 25 Desember ke 1 Januari, cuma beberapa hari; dan pada 31 Desember dan 1 Januari, gereja-gereja melakukan kebaktian/ibadah Akhir Tahun dan Awal Tahun, apakah itu langsung disebut Hari Raya Kristen!?  Sungguh pendapat yang asal jadi dan asal bunyi.
Semuanya itu sebagai tanda syukur - tanda syukur dan tanda syukur.LIHATLAH juga, apakah kebaktian Akhir Tahun dan Awal Tahun tersebut penuh dengan pesta pora, pesta sex, mabuk-mabukan,  dan berbagai gila-gilaan lainnya!?  Dan jika ada model akhiri tahun dan awali tahu seperti di atas, apakah itu milik dan cuma dilakukan oleh si kristen!? Mereka pasti beragama namun hanya beragama dan pasti mereka tak beragama dan memang tak peduli terhadap agama. Dan adalah suatu kenistaan jika mencap pesta tahun baru adalah produk iman kristen sehingga haram.
Sampai saat ini, sejak masa lalu, belum pernah ada atau tidak ada satu keputusan [organisasi] Gereja yang menyatakan bahwa 31 Desember dan 1 Januari sebagai HARI RAYA KRISTEN dan wajib-harus dikerjakan atau pun dirayakan oleh segenap orang Kristen.  Sekali lagi, TIDAK PERNAH ADA dan TAK PERNAH ADA.
Sehingga kekejaman - kekejian kata-kata bahwa pesta-perayaan tahun baru sebagai PERAYAAN KRISTEN adalah sesuatu yang bersifat fitnah - rasis - rasial; orang seperti itu tidak layak ada di tengah-tengah peradaban manusia; serta tidak cocok hadir di antara gegap gempita manusia dan kemanusiaannya.
Jadi, siapa pun dia, dari lapisan apa pun, beragama atau tak beragama, punya hak yang merayakan akhir dan awal tahun.
Akhir dan Awal tahun adalah milik semua manusia, milik semua ciptaan [jika masih percaya bahwa alam semesta ada karena ciptaan TUHAN].
Akhir dan Awal tahun, hanya pintu tak terlihat, yang di dalamnya ada peralihan diri dari sesuatu yang kemarin ke sesuatu yang besok. Semuanya masih sama, hanya kalender yang berubah.
Akhir dan Awal tahun adalah refleksi hidup dan kehidupan.

OPA JAPPY

Tidak ada komentar:

Posting Komentar