Bekerja di luar negeri dengan menjadi buruh migran adalah merupakan sebuah pilihan hidup, selain masalah nasib, cita-cita, tekanan, impian, kebutuhan, panggilan, ikut-ikutan, peruntungan, maupun hanya sekadar coba-coba merupakan sejumlah alasan dan sebuah parameter dari kenyataan hidup yang pada akhirnya membawa seseorang untuk menjadi buruh migran.
Sebagaimana layaknya sebuah keputusan hidup, pastilah dihadapkan pada sebuah situasi masa depan yang menjanjikan kebahagiaan dan kegembiraan, seperti pada sisi mata uang yang sama, mengancam pula kondisi kegagalan yang membawa kesedihan dan kesengsaraan.
Memperoleh pendapatan tinggi dalam mata uang asing, berkeliling dunia mengunjungi Negara-negara maju, menggali pengalaman global yang mengeankan, meningkatkan pengetahuan praktis dalam berbagai industri, menjadi duta bangsa di Negara asing dan mengumpulkan modal untuk kelak membuka usaha sendiri guna berwiraswasta ketika kembali ke tanah air, merupakan beragam impian yang ingin diraih oleh seorang buruh migran.
Sementara mendapatkan perlakuan tidak layak dari majikan, dipermainkan berbagai oknum kesana kemari, terjebak dalam kondisi hidup segan mati pun tak mau, tersesat di negara asing dan dicap buronan pemerintah setempat karena tidak adanya ijin kerja formal, dizalimi secara jasmani maupun rohani oleh penjahat kemanusiaan dan diperlakukan selayaknya budak berlian, merupakan kenyataan hidup pahit yang tidak jarang dialami oleh para buruh migran.
Tentang Perbudakan