26 Februari, 2021

MIX

POLITIK

JARINGAN

BERITA 2 MENIT

LAGU ROHANI

5 MENIT KONTEMPELASI dan KOSENTRASI

MAZMUR

MIX

AMSAL

KELUARAN

KEJADIAN

PENGKHOTBAH

I KORINTUS

MATIUS

IMAMAT

Renungan 1 Januari 2021, Anda adalah Pemenang

18 Januari, 2021

JARINGAN

POLITIK

IBADAH VIRTUAL

IBADAH VIRTUAL




Menonton atau Mengikuti Ibadah dan Perayaan Virtual?

 


Jika, kita, anda dan saya, (harus) dibatasi (dan terbatas) ketika melakukan Ibadah/Kebaktian secara Virtual (dan mengikutinya dari/dan di rumah masimg-masing); maka kegiatan tersebut adalah Menonton atau Ikut/Mengikuti Ibadah?  

Pada sikon Virtual, coba perhatikan apa-apa yang dilakukan atau terjadi selama ini, menonton atau mengikuti ibadah, termasuk perayaan-perayaan keagamaan.


Menonton Ibadah/Kebaktian.

Umat, mungkin juga anda dan saya,

(i) mengakses 'Live Straming' yang dipancarkan dari Tempat Ibadah,

(ii) umat menonton melalui TV, YouTube atau pun FB,

(iii) dan mereka, umat, lakukan itu dengan/dalam keadaan sibuk, tanpa meninggalkan kegiatan seharian,

(iv) dengan pakaian rumah, ngobrol, bahkan sibuk dengan kegiatan lainnya.

Jika sikon seperti itu, maka, bisa disebut, umat tidak mengikuti ibadah/kebaktian Virtual, namun hanya menonton acara yang disuguhkan media. Dengan itu, umat 'tidak mendapatkan apa-apa' dari apa-apa yang ia lihat dan dengar. Ia, mereka, hanya mendapat hiburan yang disuguhkan media, bukan pesan-pesan rohani yang untuk menguatkan kerohanian dirinya. Padahal, 'Live Streaming' tersebut sengaja dipancarkan dalam rangka bina iman, serta 'memindahkan' suasana Ibadah di Gedung ke ruang-ruang keluarga umat.

 


Mengikuti Ibadah Virtual


Umat, atau siapa pun dia, bukan sekedar melihat sepintas atau menonton acara di TV maupun Gadget; namun mereka mengikutinya dengan khusuk. Itu, bermakna, katakanlah, mereka sementara duduk di ruang keluarga,

(i) umat ikuti dari awal ibadah/kebaktian,

(ii) dengan kostum/pakaian yang dipakai untuk ibadah,

(iii) mengikuti semua semua prosesi, misalnya, berdiri, duduk, bernyanyi, tepuk tangan, tunduk kepala, dan lain sebagainya, 

(iv) termasuk membuka dan membaca teks Kitab Suci,

(v) memperhatikan, mendengar, mengikuti ceramah atau khotbah,

(vi) tidak bising atau pun ngobrol sana-sini.


Jadi? Yang terjadi atau berlangsung adalah umat melaksanakan ibadah, dan juga perayaan, di ruang-ruang pribadi, rumah, dan bersama segenap anggota keluaga; kira-kira sama dengan ketika mengikuti kebaktian di tenda besar melalui tv monitor, ketika ruang tempat ibadah penuh sesak. Tapi, kini 'tv monitornya' adalah Medsos, katakannya FB, Zoom, dan YouTube.


Dengan Tertib (mengikuti) Ibadah seperti itu, maka akan bertemu atau tercipta suasana spiritual, keceriaan, kesyahduhan, di rumah, bersama segenap anggota keluarga, teman, dan sanak family lainya, jika mereka sementara ada di tempat tersebut.

 

Oleh Opa Jappy | Indonesia Today.

MIX

LAGU ROHANI

MAZMUR

MIX

29 Januari, 2019

Bebas Tak Beragama dan Berganti Agama



Bagaimana dengan adanya  ungkapan serta semboyan semu kebebasan beragama;!? ungkapan tersebut memberikan arti luas yang meliputi membangun rumah ibadah dan berkumpul, menyembah; membentuk institusi sosial; publikasi; dan kontak dengan individu dan institusi dalam masalah agama pada tingkat nasional atau internasional. Setuju dengan hal tersebut.
Tetapi, hanya sampai disitu saja; sampai pada semboyan saja; nyatanya jauh dari harapan. Sepatutnya jika ada kebebasan beragama maka harus ada saudara kembarnya yaitu kebebasan tidak beragama serta berpindah agama. Dua-duanya harus dihargai dan dijamin oleh Negara; akan tetapi, ternyata di negeri ini tak adanya kebebasan beragama dan bebas berpindah agama.
Kebebasan berpindah agama, seharusnya boleh-boleh saja; toh tak ada undang-undang di RI yang menyatakan bahwa WNI hanya boleh menganut atau memeluk satu agama (agama tertentu), serta tak undang-undang yang melarang umat beragama berpindah agama.
Akan tetapi, jika terjadi (seseorang yang berpindah atau berganti agama) maka akan diikuti oleh berbagai dampak yang bisa merugikan, hambatan, serta perlakukan yang tidak menyenangkan dari banyak pihak.
Jadi, selayaknya negara menjamin adanya kebebasan tak beragamaserta berpindah agama.
Tujuannya agar banyak orang Indonesia tak perlu beragama, untuk menghindari konflik, pertikaian, tindakan brutal, rusuh, serta sulit membangun rumah ibadah; bahkan dengan adanya hak tak beragama, maka tak akan terjadi konflik - kerusuhan horisontal antar sesama anak bangsa (harus mengakui bahwa perbedaan agama - iman merupakan akar konflik utama di Nusantara).
Seorang rekan berkata, "Tidak usah lagi bahas makna dan arti agama, karena hampir semua orang Indonesia beragama dan pahami maknanya; .... yang diperlukan, adalah bebas tak beragama dan bebas berganti agama."  
Menarik, dan diriku juga memang, membenarkan hal tersebut. Karena (di negara ini) agama telah dijadikan elemen fundamental hidup dan kehidupan manusia manusia di Nusantara (walau ini hanya semboyan semu). Maka, hampir semua orang terangsang serta terusik, jika dengar omongan tentang agama; apalagi jika merasa bahwa agamanya diomongin orang. Walau pemahamannya tentang agama - keagamaan hanya bersifat kulit-kulitan.  
Bagaimana dengan adanya  ungkapan serta semboyan semu kebebasan beragama;!? ungkapan tersebut memberikan arti luas yang meliputi membangun rumah ibadah dan berkumpul, menyembah; membentuk institusi sosial; publikasi; dan kontak dengan individu dan institusi dalam masalah agama pada tingkat nasional atau internasional. Setuju dengan hal tersebut.
Tetapi, hanya sampai disitu saja; sampai pada semboyan saja; nyatanya jauh dari harapan. Sepatutnya jika ada kebebasan beragama maka harus ada saudara kembarnya yaitu kebebasan tidak beragama serta berpindah agama. Dua-duanya harus dihargai dan dijamin oleh Negara; akan tetapi, ternyata di negeri ini tak adanya kebebasan beragama dan bebas berpindah agama.
Kebebasan berpindah agama, seharusnya boleh-boleh saja; toh tak ada undang-undang di RI yang menyatakan bahwa WNI hanya boleh menganut atau memeluk satu agama (agama tertentu), serta tak undang-undang yang melarang umat beragama berpindah agama.
Akan tetapi, jika terjadi (seseorang yang berpindah atau berganti agama) maka akan diikuti oleh berbagai dampak yang bisa merugikan, hambatan, serta perlakukan yang tidak menyenangkan dari banyak pihak.
Kebebasan beragama, seharusnya menjadikan seseorang mampu meniadakan diskriminasi berdasarkan agama; pelanggaran terhadap hak untuk beragama; paksaan yang akan mengganggu kebebasan seseorang untuk mempunyai agama atau kepercayaan. Termasuk dalam pergaulan sosial setiap hari, yang menunjukkan saling pengertian, toleransi, persahabatan dengan semua orang, perdamaian dan persaudaraan universal, menghargai kebebasan, kepercayaan dan kepercayaan dari yang lain dan kesadaran penuh bahwa agama diberikan untuk melayani para pengikut-pengikutnya. Dan ini hanya harapan yang terus menerus menjadi pengharapan. Karena, bagi/untuk mereka yang minoritas, tak ada kebebasan seperti itu.
Jadi, selayaknya negara menjamin adanya kebebasan tak beragama serta berpindah agama. 
Tujuannya agar banyak orang Indonesia tak perlu beragama, untuk menghindari konflik, pertikaian, tindakan brutal, rusuh, serta sulit membangun rumah ibadah; bahkan dengan adanya hak tak beragama, maka tak akan terjadi konflik - kerusuhan horisontal antar sesama anak bangsa (harus mengakui bahwa perbedaan agama - iman merupakan akar konflik utama di Nusantara).

Mungkin saja ada baiknya juga beriman tanpa agama - bertuhan tanpa agama.

 OPA JAPPY

 

22 Januari, 2019

Setangkai Bunga Menyambut Kebebasan Ahok


Menjelang bebasnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dari Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, pada 24 Januari 2019 mendatang. Ahokers menyambut baik hal tersebut dan bersiap melakukan penyambutan atas terbebasnya mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut dengan setangkai bunga. 
Setangkai Bunga Untuk Ahok II menjadi tema dalam sambutan atas kebebasan Ahok akan dilakukan di kediaman Ahok yang berada dikawasan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara. Hal ini dihimbau langsung oleh pendiri Relawan Cinta Ahok, Jappy M Pellokila
Saat dihubungi TIMES Indonesia (timesindonesia.co.id) via telepon selularnya, Jappy M Pellokila, yang juga akrab disapa Opa Jappy menjelaskan bahwa penyambutan yang dilakukan dikediaman Ahok bertujuan untuk menjaga suasana agar tetap kondusif mengingat kondisi di tengah masa kampanye Pemilu 2019. 
"Untuk menjaga ketentraman masa Kampanye Pilpres RI, kami harapkan Ahokers tidak  menyambut kembalinya Ahok di depan gerbang Mako Brimob, Jalan Akses UI, Depok, Jawa Barat," ucap Opa Jappy, Jakarta, Senin (21/1/2019).
Sesuai dengan tema yang diusung yakni Setangkai Bunga Untuk Ahok II, Opa Jappy menghimbau kepada rekan-rekan ahokers untuk membawa setangkai bunga sebagi simbol rasa solidaritas. 
"Membawa atau mengirim setangkai bunga untuk Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ke rumah pribadi Ahok. Ini untuk menunjukkan keterpihakan dan rasa solidaritas kepada Ahok," jelas Opa Jappy kepada TIMES Indonesia (timesindonesia.co.id).
Selanjutnya, Opa Jappy juga menyarakan kepada Mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama agar tidak langsung kembali sebagai politisi, tetapi baiknya setelah masa Pilpres 2019. "Ahok lebih baik, pemulihan bathin, hingga selesai Pilpres," sarannya. 
Ahok menjadi tahanan Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok sejak 9 Mei 2017 atas vonis penistaan agama. Pada 24 Januari 2019 nanti, Ahok telah memenuhi masa tahanan dengan masa remisi 3 bulan 15 hari. Oleh karenanya, dalam ungkapan rasa solidaritas Relawan Cinta Ahok akan menyambut hari kebebasan Ahok tersebut dengan simbolik setangkai bunga untuk Ahok. 

08 Januari, 2019

Artis Praktek Prostitusi, Karena Tuntutan Gaya Hidup Hedonis


Artis, peran maupun foto, bisa dikatakan bahwa mereka menjadi "penghibur" melalui peran pada film/video pendek-panjang, foto, dan seterusnya, mereka bisa menghibur dan membahagiakan orang lain, masyarakat, atau publik. 
Profesi sebagai artis, bisa dikatakan sebagai kerja yang bersifat gemerlapan, dan sekaligus penuh "topeng" sebab tak selamanya yang ditampilkan atau ditonton sesuai dengan hidup dan kehidupan nyata sang artis.
Bisa saja, artis tergoda untuk menikmati hidup dan kehidupan seperti perannya dalam film atau video, katakanlah tampilan yang gemerlapan, mewah, serta ada segalanya. Sehingga berupaya tampil maksimal agar dibayar mahal, dan dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan gaya hidup.